Sudah kukira bakal beginilah akhirnya. Bukan aku yang salah tapi kau.
Pagi ini aku terbangun melihatmu sekali lagi tanpa sehelai benangpun.
Masih memuaskanku seperti dulu. Hanya saja kini kau membosankan. Aku
bosan dengan variasi permainanmu yang itu – itu saja. Aku bosan melihat
tubuh yang itu – itu saja. Aku bosan melihat payudara yang menggantung
lemas, perut yang bergelambir, dan kemaluan basah yang itu – itu saja.
Tak lagi rapat, tak lagi nikmat. Ibarat rahang, oklusinya tak lagi
sempurna. Terlalu sering mengalami dislokasi karena melahirkan. Dahulu
sudah kuperingatkan kau untuk operasi caesar bukan? Bukan supaya kau tak
merasakan sakitnya melahirkan, itu cuma alasan saja. Semua karena aku
tak mau hal ini terjadi. Kemaluanmu tak rapat, akupun tak puas.
Pagi hari selalu kuhabiskan meratapi nasib di kamar mandi. Duduk di
kloset sambil berpura – pura melakukan tugas suci di pagi hari. Mengisap
sebatang atau bahkan dua batang rokok supaya baunya kotorannya tak
terlalu berasa. Sebenarnya bukan karena pencernaanku yang buruk sehingga
aku berlama – lama. Hanya saja aku malas berlama – lama denganmu di
pagi hari. Aku malas melihatmu menyiapkan sarapan sambil berkotek.
Terlalu banyak keluhan, terlalu banyak permintaan. Padahal semua
keinginanmu sudah kupenuhi. Anak kita belajar di sekolah yang terbaik,
rumah kita yang termegah di kompleks ini, bahkan mobil, pakaian, dan
perhiasan pun kau yang terbaik di antara ibu – ibu teman arisanmu yang
sama memuakkannya. Ibu bapakmu pun aku yang membiayai pergi haji. Jadi
kini kau tahu bahwa aku lebih nyaman bersama kotoran daripada dirimu.
Masuk kantor aku uring – uringan. Tak mungkin mood ku bagus bila
setiap pagi bertemu nenek sihir penggerutu yang bahkan di malam hari pun
tetap menjadi nenek – nenek tak punya gairah. Detik, menit, dan jam
berjalan sangat lambat mengikuti nasibku yang juga sepertinya sangat
lambat. Namun yang tak pernah kau tahu, aku selalu sudah check out dari
kantor saat jam makan siang dan melanjutkan pekerjaanku di hotel kelas
melati. Check in.
Awalnya aku berusaha menjadi suami yang setia. Jujur saja akupun tak
nyaman setiap kali berhadapan dengan resepsionis hotel yang sepertinya
sudah bosan untuk bertanya hal yang sama bila ada yang memesan kamar
transit. Namun otakku sudah lama bergeser dari kepala ke kemaluan.
Seperti pula dirimu yang menyimpan otak dalam tas belanjaan. Aku tak
tahu bagaimana caranya dirimu bisa orgasme setiap membelanjakan uangku.
Tapi aku tahu kau mengalaminya. Aku melihat tubuhmu gemetar dan suaramu
menjadi serak setiap kali kau merogoh dompetmu untuk membelanjakan
uangku. Dan aku tahu itulah puncak orgasmemu. Aku mengenali reaksi
seksualmu sayang.
Aku juga tahu kau menyewa detektif swasta untuk membuntutiku setiap
hari. Tapi maaf beribu maaf sayang, uangmu tak ada apa – apanya
dibanding uangku. Detektif itu ada di kamar sebelah menitipkan cairannya
pada perempuan langganannya. Darimana dia mendapatkan uangnya? Tak usah
penasaran, kau tahu jawabannya. Aku.
Malam ini kau kutinggalkan bukan karena aku tak suka lagi padamu. Aku
suka padamu. Seperti aku menyukai perempuan itu, yang kunikmati
tubuhnya setiap hari dikala tubuhmu hambar kurasakan. Aku pergi
dengannya bukan karena aku benci pada anak – anak yang kau berikan. Aku
menyayangi mereka. Seperti sayangnya aku pada anakku yang dikandung
perempuan itu. Tak apa kau menyumpah. Akupun yakin suatu saat akan bosan
dengan perempuan ini. Tapi aku yakin akan tetap ada perempuan lain yang
setia mengantri untuk kunikmati tubuhnya dengan harga yang pantas.
Saat kau membaca surat ini, pasti aku sudah jauh. Jangan mencariku karena aku takkan kembali.
Dan kukira, begitulah akhirnya.
###
Sudah kukira bakal beginilah akhirnya. Bukan aku yang salah tapi kau.
Aku tahu setiap pagi kau terbangun dengan wajah lesu setelah gagal
meraih kenikmatan pada malam kau menagihnya dariku. Akupun paham kau
meminta jatah hanya karena perempuan itu kedatangan tamu bulanan. Aku
hanya heran melihatmu masih tahan dengan tubuhku yang aku yakin tidak
semenggairahkan dahulu. Akupun bosan melihat payudara yang menggantung
lemas, perut yang bergelambir, dan kemaluan basah yang itu – itu saja.
Tapi apakah kau sadar aku lebih bosan melihat kemaluanmu yang juga itu –
itu saja? Bahkan untuk ereksi pun kau harus minum obat kuat lebih
banyak 3 kali dari dosis yang dianjurkan. Ibarat rumah, kau membangunnya
tanpa pondasi. Entah karena terlalu sering dipakai, atau kau yang
memang sudah payah. Belum lagi perutmu yang maju sangat jauh dari ukuran
normal. Kau bagaikan perempuan yang mempunyai payudara tetapi
lengketnya bukan di dada melainkan di perut. Dahulu sudah kuperingatkan
untuk berolahraga, tapi kau malah sibuk bersenang – senang. Hal ini
makin membuat malam kita tak pernah maksimal karena terganjal perutmu
saat kau menindihku. Dan aku yakin semua perempuan yang pernah bersamamu
di hotel kelas melati itu juga merasakan yang sama. Kemaluanmu tak
tegang, perutmu besar, akupun tak puas.
Pagi hari aku selalu bangun lebih awal agar kau tak perlu berlama –
lama di kamar mandi. Aku tahu kau melakukannya untuk menghindari
mengobrol di pagi hari denganku. Dan akupun tahu sia – sia membujukmu
dengan makanan lezat. Perutmu tak lapar, kemaluanmu yang lapar.
Ketika kau pergi ke kantor, aku berusaha menghabiskan semua harta
yang kau berikan agar kau makin keras bekerja. Aku melakukannya agar kau
punya alasan bekerja lebih lama di luar. Seharusnya kau berterimakasih
padaku karena membantumu mencari alasan menghindariku. Lebih lama kau
tak bersamaku, lebih bahagia dirimu. Aku tahu itu. Dan aku selalu
bahagia melihatmu bahagia.Setiap kali kubelanjakan uangmu tubuhku
bergetar dan suaraku serak, tapi bukan karena aku senang. Tapi karena
aku tahu betapa sulitnya kau mencari uang ini. Aku tahu kau tak senang
jika aku belanja berlebihan. Tapi apa aku punya pilihan lain?
Awalnya aku menyewa detektif itu untuk membuntutimu, agar aku tahu
apa saja yang kau lakukan. Aku butuh lebih dari 2 mata untuk
menemukanmu. Namun lama – lama aku merasa dia lebih berguna untuk
memuaskanku daripada membuntutimu. Apa kau tak tahu bahwa kita selalu
berlomba meraih kenikmatan pada waktu yang sama di dalam kamar yang
berbeda di hotel itu? Dan apa kau tahu darimana dia mendapatkan uangnya?
Tak usah penasaran, kau tahu jawabannya. Kau sayang.
Malam ini kau kutinggalkan bukan karena aku tak suka lagi padamu. Aku
suka padamu. Seperti aku menyukai detektif itu, yang kunikmati
keperkasaannya kapanpun aku mau. Aku pergi dengannya bukan karena aku
membenci benih – benih yang pernah kau titipkan di rahimku. Aku
menyayangi mereka. Hanya saja, hari ini ada benih lain yang harus
kurawat di dalam rahimku. Tak apa kau menyumpah. Akupun yakin suatu hari
detektif ini hanya akan menjadi seorang detektif tanpa keperkasaan
lagi. Tapi aku yakin akan tetap ada lelaki yang rela mengorbankan
keperkasaannya yang ditukar dengan segepok uang.
Saat kau membaca surat ini, pasti aku sudah jauh. Jangan mencariku karena aku takkan kembali.
Dan kukira, begitulah akhirnya.
###
Sudah kukira bakal beginilah akhirnya. Lalu mengapa harus ada yang disalahkan?
Aku bangun pagi ini, bersiap – siap, dan menunggu pacarku menjemputku
ke sekolah. Dia anak yang baik. Dia selalu mengira aku juga gadis baik –
baik. Tak pernah sekalipun dia menciumku. Memegang tanganku pun dia
takut.
Aku selalu menggodanya melakukan hal yang semestinya dilakukan orang
pacaran jaman sekarang. Berciuman misalnya, bahkan lebih dari itupun aku
siap. Mungkin aku begini karena dia bukan yang pertama. aku selalu
menikmati menggodanya saat kami punya kesempatan berdua. Pernah sekali
kupaksa dia melakukannya di kamar kost ku. Awalnya dia gemetar karena
gugup, tapi akhirnya dia bisa rileks juga. Namun pertahanannya jebol
kurang dari semenit sejak dia mulai memasukkan kemaluannya di dalam
milikku. Celakanya lagi aku lupa memasangkan kondom kepadanya, padahal
hari itu masa suburku. Saat itu dia hanya mampu berkata, “Aku
mencintaimu, Yanti”.
Aku memacarinya memang bukan murni karena cinta. Tapi selain tampan
aku juga menyukai keroyalannya terhadap diriku. Dia suka
membelanjakanku, mulai dari makan bakso di pinggir jalan, hingga jalan –
jalan ke luar kota. Tapi uangnya tak mampu membeliku sepenuhnya untuk
dia. Aku juga berkelana dari satu kamar hotel ke kamar hotel lainnya.
Mulai dari bercinta di bath tub, hingga sofa bulu angsa di kamar suite
hotel bintang lima telah kucoba. Berbagai macam model pelanggan sudah
kurasakan. Mulai dari pekerja kantoran yang pas – pasan, hingga pejabat
tinggi yang royal sekalipun. Tak ada yang menolak jika kupasang tarif
tinggi, tak ada yang menolak tubuh anak SMA yang segar sepertiku.
Pelanggan paling royal ku adalah om – om yang kutaksir seumur dengan
mendiang ayahku. Dia membiayaiku mulai dari baju, handphone, bahkan
sampai kamar kost mewah yang kutempati hari ini. Aku tahu dia bukan
orang sembarangan, yang aku herankan dengan uang yang dia miliki kenapa
dia hanya menyewa hotel kelas melati ketika membooking ku.
Kemarin sepulang sekolah aku mual. Tapi berusaha kutahan karena om
itu memanggilku ke tempat yang biasa. Memang hampir tiap hari sepulang
sekolah dia langsung minta dilayani. Aku tidak melayaninya hanya pada
saat aku datang bulan. Di luar hari itu aku harus selalu siap. Namun
saat tiba di hotel aku langsung muntah. Wajahku pucat dan tubuhku
limbung. Kejadian ini membuat om curiga dan bertanya padaku. Akupun
menjawab sekenanya bahwa aku hamil dan ini anaknya, sekalipun sebenarnya
ini anak pacarku.
Hari ini om melarangku ke sekolah karena dia berencana membawaku
pergi. Ia bilang sebaiknya aku pindah dari kota ini untuk menghindari
fitnah. Padahal aku tahu dia membawaku keluar dari kota hanya supaya
tidak ketahuan istrinya. Sebelum pergi aku merasa berkewajiban
memberitahu pacarku untuk tidak mencariku lagi. Tapi karena handphone ku
sudah diambil om sejak semalam, maka aku meminjam handphone om dengan
alasan memberitahu keluargaku bahwa aku akan pindah.
Lalu kukirimkan sms padanya, “Tak usah mencariku lagi, aku sudah pergi bersama orang lain. Kita putus. Yanti ”.
Dan kukira, begitulah akhirnya.
###
Sudah kukira bakal beginilah akhirnya. Aku tak tahu siapa yang salah.
Aku tak tahu mengapa ayah selalu berlama – lama di kamar mandi pada
pagi hari. Tapi tak apa selama sarapan selalu tersedia lebih awal. Aku
tiap hari harus ke sekolah buru – buru untuk menjemput pacarku. Sehingga
ada baiknya jika sarapan selalu tersedia lebih awal. Tapi pagi ini
pacarku tak bisa dihubungi.
Pagi ini di sekolah semua seperti biasa. Guru menjelaskan, teman –
temanku bermain dan bercanda, bujang sekolah masih menjadi jongos,
bahkan preman di sekitar sekolah masih juga memalaki siswa – siswa culun
yang ada. Hanya saja pacarku tak masuk sekolah.
Aku tak tahu mengapa orang tuaku selalu sibuk. Tapi tak jadi masalah
bila semua kebutuhanku terpenuhi. Seperti hari ini sepulang sekolah aku
janji mentraktir teman – temanku makan di luar. Uang sudah di tangan,
tinggal membuat kesepakatan dimana sebaiknya kuhabiskan uang ini. Tapi
aku masih berpikir kemana pacarku sejak tadi tak bisa dihubungi.
Aku baru tiba di rumah sekitar pukul 11 malam ketika kutemukan
secarik kertas di meja makan dan secarik lagi di ruang tamu dari ayah
dan ibuku. Pacarku masih tak bisa dihubungi. Aku tahu mereka akan pergi
untuk waktu yang sangat lama hingga urusan mereka selesai. Aku bahkan
tak tahu di kemudian hari bakal ikut siapa. Namun tak jadi masalah bila
semua kebutuhanku terpenuhi. Tapi kemana pacarku sekarang?
Lalu ada sms masuk ke handphone ku. Dari ayahku. Katanya, “Tak usah
mencariku lagi, aku sudah pergi bersama orang lain. Kita putus. Yanti ”.
Langit runtuh.
Aku sadar inilah akhirnya. Dan aku sungguh tak tahu siapa yang salah.
Makassar, 25 April 2011
(diposkan setahun yang lalu di prayudasaid.tumblr.com)
mencoba menulis cerpen dan akhirnya sy sadar sy tidak cocok